Lumajang, 14 Maret 2025, STAI Salafiyah Bangil bersama STAI Bustanul Ulum Lumajang, IAI Miftahul Ulum Lumajang, dan IAI Bani Fattah Jombang  mengadakan Workshop di STAI Bustanul Ulum dengan tema “Integrasi Pendekatan Klasik dan Digital dalam Kajian Kitab Ramadan di Pondok Pesantren Bustanul Ulum Lumajang dan Pondok Pesantren Fatihul Ulum Klatakan Tanggul Jember”. Workshop ini memaparkan hasil PKM kolaboratif empat kampus yang sebelumnya telah mengadakan pendampingan kajian kitab Ramadan di dua Pondok Pesantren tersebut. Kegiatan ini menjadi wadah untuk merefleksikan perkembangan kajian serta merumuskan strategi integrasi pendekatan klasik dan digital dalam pembelajaran kitab kuning.

Program ini mendapat dukungan penuh dari pihak pesantren dan diikuti dengan  antusias oleh santri dari dua pondok pesantren sasaran PKM yang mengikuti kajian kitab kuning selama bulan Ramadhan. Ketua STAI Bustanul Ulum Lumajang  Dr.Nur Yasin, M.H.I menyambut hangat dan mengapresiasi kolaborasi empat kampus dalam kegiatan ini. Beliau berharap agar program ini  dapat menjadi model sinergi antara akademisi dan pesantren dalam pengembangan pendidikan Islam, membawa manfaat bagi santri, serta semakin memperkuat tradisi keilmuan pesantren di era digital.

Workshop ini terdiri dari dua sesi materi dan dialog interaktif. Pada sesi pertama Dr. H. Zainuddin, M.Pd.I Wakil Rektor IAI Miftahul Ulum Lumajang menyampaikan bahwa pendekatan klasik seperti sorogan dan bandongan terbukti berhasil melahirkan tokoh-tokoh hebat dari kalangan pesantren yang berkontribusi besar dalam membangun bangsa. Namun pesantren tidak boleh menutup diri dari perkembangan digital yang tidak bisa ditolak khususnya bagi Generasi Z yang merupakan Digital Native.

Pesantren sesuai dengan jargonnya “al muhafadzoh ‘alal qodimis-shalih wal akhdzu ‘alal-jadidil-ashlah” dengan mengikuti dan menyesuaikan zaman dan generasinya akan terus memberikan upaya terbaik dalam melahirkan ulama’ kredibel dengan terus melestarikan pendekatan klasik, tidak hanya dalam kajian dan metodenya namun juga nilai-nilai akhlak dalam pembelajaran. Dalam gempuran pendekatan digital yang menawarkan beragam kemudahan dan proses instan, pendekatan klasik yang membutuhkan kesabaran dan keteguhan ekstra terbukti tetap eksis dan melahirkan kredibilitas keilmuan.

Pada sesi ke dua Munawwaroh, M.Pd. Kaprodi MPI STAI Salafiyah Bangil menyampaikan bahwa pendekatan digital adalah sebuah inovasi bukan reduksi. Pendekatan digital dalam kajian kitab harus tetap kembali pada akarnya, tidak boleh mereduksi esensi dari pendekatan klasik. Itulah sebabnya pendekatan digital tidak bisa berdiri sendiri tapi harus terintegrasi dengan pendekatan klasik. Terlebih pada pesantren yang memang melestarikan pendekatan klasik dalam kurikulumnya.

Pendekatan digital tetap harus dibawah bimbingan guru bersanad lulusan pesantren, dengan mengadopsi metode klasik bandongan dan sorogan. Metode ini bisa dilakukan di kelas secara tatap muka dengan menggunakan media digital atau daring dengan memastikan peserta kajian mengikuti dengan khidmat melalui kamera terpantau. Adab kesopanan tetap berlaku, sumber kajian juga tetap menggunakan literatur kitab-kitab mu’tabaroh.

Digitalisasi dalam kajian kitab lebih ditekankan pada pemanfaatan media digital dan sejumlah aplikasi online yang mendukung pembelajaran dan evaluasinya. Materi yang  disampaikan pada proses pembelajaran bisa  kembali diakses kapan saja melalui video dan terjemah yang dibagikan di blog pendidikan, serta bisa dibagikan lebih luas untuk bisa diakses semua kalangan.

Pendekatan digital juga ditujukan untuk membentuk habit, agar santri mengisi HP dan perangkat digital mereka dengan beragam aplikasi kitab yang bisa diakses kapan pun dimana pun. Intensitas yang tinggi dalam penggunan HP saat ini diharapkan bisa diarahkan pada hal-hal yang sifatnya konstruktif.

Dalam dialog interaktif, selain tanya jawab seputar relevansi dua pendekatan klasik dan digital, santri juga mendapat pengarahan dari Kaprodi MPI dalam mengapikasikan integrasi  dua pendekatan tersebut. Hal ini sangat diperlukan dalam membangun kesadaran santri untuk memperdalam intensitas bersama ilmu, serta fokus pada bidang yang ditekuni untuk membentuk keahlian mereka di berbagai bidang khususnya bidang agama.

Dari workshop yang merupakan refleksi dari PKM Kolaboratif ini,  dapat disimpulkan bahwa dalam beragam pendekatan yang dilakukan pada kajian kitab selama bulan ramadhan, pesantren memiliki tiga karakteristik yaitu tradisi dengan kitab kuningnya, transmisi dengan sanad keilmuannya dan tradisi dengan keistiqomahannya. Sehebat apapun gempuran digitalisasi, tidak boleh mereduksi ketiganya. Justru ketiga karakteristik tersebut mampu melahirkan tidak hanya banyak ilmuwan tapi juga beragam teori keilmuan. Hal ini terbukti dengan banyaknya artikel ilmiah hasil riset pesantren dari beragam bidang. Dengan tiga kekhasan tersebut, pesantren mampu mengintegrasikan digitalisasi dalam pembelajaran untuk mengarahkan dan mengembangkan hal-hal yang membangun keilmuan dan wawasan umat.

(Tim Redaksi STAI Salafiyah Bangil)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *